Membumikan Literasi Keluarga di Era Milenial
Membumikan Literasi
Keluarga di Era Milenial
Oleh:
Siti Nurlatifah
Zaman yang
selalu berkembang mengharuskan seorang akademik untuk bisa menaklukkannya.
Pendongkrak sebuah peradaban dari dulu adalah seorang pendidik yaitu guru.
Pada tahun ini
bangsa Indonesia telah dihadapkan dengan era disrupsi yang mengharuskan masyarakat
konversi dari dunia manual menuju dunia digital. Oleh karena itu, pada era ini
mengharuskan masyarakat untuk melek literasi. Literasi itu meliputi aspek
membaca, menulis, dan berhitung atau matematika.
Menghadapi revolusi industri 4.0,
literasi dapat dianggap sebagai indikator keberhasilan dalam kehidupan yakni
literasi dalam membaca dan literasi teknologi. Keberadaan literasi membuat
seseorang mudah untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Maksudnya bahwa
pengetahuan dan kemampuan literasi yang baik akan menjadi kunci masa depan
seseorang.
Sejak 2018, tantangan bangsa Indonesia yang direspon baik oleh
Kemristekdikti adalah “era revolusi industri 4.0”. Di era inilah masyarakat
didorong untuk menguasai literasi baru yang di dalamnya ada unsur tambahan dari
literasi lama. Literasi baru itu meliputi: literasi data, literasi teknologi,
dan literasi manusia. Namun, yang menjadi akar masalah adalah kategori
masyarakat pada umumnya masih tahap literasi. Kita tahu bahwa kategori
masyarakat dalam hal literasi itu ada tiga, antara lain tahap pra literasi,
tahap literasi, dan tahap pasca literasi. Jadi seandaianya di paksa untuk
menyongsong era literasi baru, maka mereka (masyarakat) akan terseok-seok
karena belum siap.
Menurut asisten II bidang
Perekonomian dan Pembangunan, Yuliswani bahwa revolusi industri 4.0 menuntut
kita untuk berkembang mengikuti zaman yang mengarah ke era serba digital.
Begitupun penerapan literasi lama (membaca, menulis, dan berhitung) “Calistung”
perlu dipadukan dengan literasi baru. Menurut beliau tiga pilar utama dalam
memantapkan sebuah gerakan literasi yakni literasi dalam keluarga, literasi
dalam sekolah, dan literasi di masyarakat.
Literasi dalam keluarga sangat penting
dan menentukan, sebab keluarga merupakan madrasah/ sekolah yang pertama bagi
seorang anak. Keluarga merupakan cikal bakal pembentukan karakter anak karena
di dalamnya terikat oleh ikatan emosi pertalian darah yang sangat kuat. Namun,
fenomena yang terjadi saat ini adalah jarak yang dekat menjadi jauh dan yang
jauh menjadi dekat. Hal ini adalah salah satu dampak dari era dunia maya.
Kebiasaan makan malam bersama, dongeng sebelum tidur sudah mulai luntur dan
berganti dengan konsentrasi pada layar ponsel canggih masing-masing.
Pada era agraris bentuk keluarga
besar masih dianggap ideal dalam masyarakat. Namun tidak pada era industri/
milenial, keluarga kecil menjadi solusi utama dalam perkembangan zaman yang
menuntut kecakapan dan profesional tinggi yang mencerminkan kemandirian.
Penggunaan gawai saat ini yang
kurang kontrol dalam keluarga sangat memprihatinkan dan membahayakan proses
tumbuh kembang anak. Krisis yang dihadapi oleh keluarga milenial adalah
konsumsi media dan akses internet pada konten negatif, seperti kekerasan sampai
pornografi.
Era digital perlu diimbangi dengan
penerapan nilai budaya, menjunjung tinggi etika peradaban. Salah satu cara yang
dianggap relevan dengan perubahan zaman tanpa meninggalkan kepribadian bangsa
adalah mulai mengembangkan semangat literasi dari lingkungan keluarga.
Pengenalan sastra Nusantara dan bacaan yang inspiratif dapat mengubah pola
pikir dan perilaku anak.
Kemajuan teknologi harus
dimanfaatkan untuk penguatan kapasitas wawasan dan pendidikan dalam keluarga
tanpa melupakan budaya asal bangsa. Perpustakaan kecil dalam rumah merupakan
salah satu langkah dalam pengembangan Budaya Literasi Keluarga (BuLiKe). Peran
orang tua dalam budaya membaca sangat dibutuhkan dalam semangat literasi
keluarga. Keteladanan orang tua perlu digalakkan dalam keluarga.
Adapun beberapa cara untuk membangun
literasi keluarga antara lain: (1) menumbuhkan kesadaran pentingnya membaca
dalam keluarga sejak dini, (2) pemerintah melalui Kemendikbud dalam
mengembangkan minat baca dan literasi masyarakat telah menginisiasi berbagai
program dan langkah strategis. Literasi ini digagas oleh Kemendikbud dilakukan
dengan gerakan 1820. Dimana gerakan ini mengajak masyarakat mengurangi
pemakaian gawai pada pukul 18.00 WIB sampai 20.00 WIB. Setiap keluarga bisa
memanfaatkan waktu berkumpul untuk memberlakukan jam baca dalam rumah, (3)
alokasi waktu dan dana untuk pendukung literasi. Artinya, keuangan keluarga
perlu disisihkan beberapa rupiah untuk membeli buku-buku bacaan yang relevan
serta menyempatkan diri untuk berkunjung ke toko buku.
American Academic of Family
Physician menuturkan bahwa membacakan cerita/ dongeng kepada anak (berusia 6
bulan hingga 5 tahun) dapat meningkatkan kosakata, rasa penasaran dan kemampuan
mengingat. Literasi yang dikenalkan sejak dini akan menyebabkan anak
mengasosiasikan buku dan kegiatan membaca sebagai hal yang positif. Orang tua
juga berkesempatan untuk membangun kemampuan anak dalam mendengar secara aktif.
Pengenalan literasi pada usia anak
dini bukanlah pada kemampuan Calistung melainkan mencoba mengenalkan anak untuk
mencintai buku sesuai usia dan minat. Keluarga adalah ujung tombak pembentukan
sumber daya nanusia yang cerdas dan kreatif. Keluargalah tempat pertama
mengenalkan anak dengan budaya literasi. Dalam keluarga inilah orang tua sangat
berperan dalam menciptakan generasi yang berkelas literat. Peran pertama yaitu
adanya kesdaran para orang tua akan pentingnya literasi. Peran kedua adalah
memberikan stimulus positif yang mendukung perkembangan literasi di rumah.
Stimulus positif itu antara lain dengan menyediakan bahan bacaan di rumah, baik
dalam bentuk buku fisik ataupun e-book yang sesuai dengan usia anak.
Para orang tua juga bisa mengajak
anak untuk datang ke toko buku dengan memperkenalkan anak pada rak berisi
berbagai buku yang berjejer rapi. Memberikan kebebasan pada anak memilih jenis
buku yang diinginkan. Walaupun bebas, namun tetap beretika. Artinya ketika anak
membeli buku yang harganya terlalu mahal maka saatnya orang tua mengarahkan/
menyiasati dengan mengunjungi perpustakaan daerah.
Ketika rumah sudah memiliki banyak
buku, maka saatnya orang tua melibatkan diri yaitu dengan menemani anak saat
membaca. Keterlibatan orang tua inilah sebagai stimulus sangat penting sebab
bisa mengurangi kemalasan anak membaca. Setelah anak mulai gemar membaca
sebaiknya orang tua mengajak sharing, mengapa? Sebab membaca tanpa
melakukan sharing tidak akan berdampak banyak terhadap perilaku positif
anak. Sharing merupakan satu cara agar mengetahui apa yang telah dibaca
oleh anak. Anak bisa mengeksplor isi dari buku yang telah dia baca dengan
bahasanya sendiri. Kemudian orang tua bisa mengajaknya berdiskusi sehingga
memancing anak akan berfikir kritis dan percaya diri.
Dari pemaparan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa untuk menyongsong era literasi baru (era digital/ era
revolusi industri 4.0) tidak bisa lepas dari literasi lama yaitu membaca,
menulis, dan berhitung. Oleh karena itu awal dari semuanya di mulai dari keluarga
atau membumikan literasi dalam keluarga (BuLike). Keluarga adalah pondasi
pertama bagi pembentukan karakter anak, maka sinilah budaya literasi mulai
dimulai. Adapun tahapan literasi dalam keluarga meliputi; kesadaran orang tua
terhadap pentingnya literasi, adanya stimulus positif dari orang tua dengan
memberikan fasilitas baik sarana membaca maupun menemani anak membaca, dan yang
terakhir adanya sharing dengan anak saat
mereka sudah membaca.
Walaupun langkah utama untuk
meningkatkan budaya literasi yaitu membudayakan kegiatan membaca, menulis, dan
berhitung di dalam keluarga, namun seorang pendidik sudah seharusnya untuk
menguasai bidang IT dalam menghadapi era revolusi industri. Dalam hal ini,
diupayakan sedemikian rupa agar kita sebagai seorang guru sudah seharusnya
untuk meningkatkan kompetensi di bidang IT. Oleh karena itu kami sangat
berterimakasih sekali kepada komunitas literasi Lisangbihwa yang
diketuai oleh Ibu Arum Handayani, M.Pd dan KPPJB ( Komunitas Pengajar
Penulis Jawa Barat) Regional Subang yang diketuai oleh Bapak Abas, S.Pd, yang
telah mengadakan Workshop dan Launching Buku karya guru se-Kabupaten Subang
dengan judul”Dari Mata Air Hingga Muara”. Workshop ini bertemakan Literasi
Digital Era Revolusi 4.0 dengan pematerinya yaitu Bapak Toto Wijaksana.
Beliau adalah seorang guru, blogger, dan pegiat literasi digital. Dari workshop
inilah kami para guru khususnya saya belajar membuat blog. Kami sangat
berterimakasih atas kesabaran Pak Toto Wijaksana dalam membimbing kami melalui
daring. Mulai dari pembuatan blog hingga mempublikasikan karya tulis kami.
Keren
BalasHapusMantap Bu ... Referensinya banyak ya... Hhee
BalasHapusManthap bu latifah, aq terharu 🙏🏻👍
BalasHapus
BalasHapusHebat
👍👍
BalasHapusAlhamdulillah tulisan ibu sudah banyak. Luar biasa.
BalasHapusProduktif sekali menulisnya ibu, mantap.
BalasHapus