Hati-hatilah dengan Lisanmu

Hati-hatilah dengan Lisanmu
Oleh: Siti Nurlatifah 

"Mak, Susan itu kok badannya kecil saja ya? Padahal hamil tua. Itu bayinya sehat enggak ya?" ucapan iparku yang sedang nonton TV di ruang tengah.

Sekilas terdengar suaranya di balik tembok kamarku saat aku tengah rebahan sepulang mengajar.

Memang aku masih tinggal satu atap dengan mertua. Sedangkan rumah kakak iparku bersebelahan, sehingga dia sering main ke rumah mertua. Kakak iparku juga sedang hamil muda anak kedua.

Awal menikah aku sudah pernah meminta ke Mas Pras untuk ambil kontrakan. Namun, Mas Pras tidak menyetujuinya. Selain penghasilannya yang belum cukup, alasannya juga karena emak tidak ada temannya di rumah. Akupun mengalah walau kadang ada perasaan berontak saat ada ipar yang mengusikku.

"Itu sudah perawakannya, yang penting bayinya nanti sehat." jawab mertuaku.

Mendengar jawaban mertua, hatiku merasa adem. Beliau baik sekali, ucapanya tidak pernah membuat telinga panas.
****

Waktu kelahiran sang buah hatipun tiba. Namun, karena panggulku sempit akhirnya akupun harus disesar. 

Beberapa jam setelah sesar, aku di bawa ke ruang perawatan. Bergantian saudara datang menjenguk.

"Wah, ini toh anak mahal? Ibunya sih waktu hamil kurang gerak jadi harus di secar. Belum bisa jadi wanita sempurna kalau belum melahirkan normal." ucap iparku dengan wajah sinis.

Aku hanya bisa diam dan menahan perih. "Bukannya sesar juga taruhannya nyawa? Bukannya sesar juga merasakan sakit pasca sesar?" gumamku dengan mata berkaca-kaca.

"Hustt... jangan ngomong begitu, tidak baik. Kamu juga sedang hamil." sahut mertua.

Iparku langsung diam. Tak melanjutkan ucapannya.
*******

Beberapa bulan kemudian kakak iparku melahirkan. Walau badannya besar dan tidak ada riwayat sesar, ternyata dia harus sesar. Aku sempat kaget waktu itu.

"Dik, kamu punya celengan enggak?" tanya Mas Pras sore itu.

"Ada Mas, memang kenapa?"

"Ada berapa Dik?"

"Alhamdulillah, lumayan sih sekitar sepuluh juta. Bisa buat persiapan ongkos mudik lebaran Mas."

"Dik, mbak Ratih baru saja melahirkan di RSUD. Dia lagi butuh biaya besar, karena lahirannya sesar. Bisa kan kita bantu hutangi mbak Ratih?" pinta Mas Pras.

Aku bingung harus jawab apa. "Kalau aku melarangnya juga tidak mungkin. Tapi kalau aku persilahkan, aku tidak bisa mudik lebaran nanti. Bukankah jumlahnya sangat besar?" gumamku.

"Dik, gimana?" suara Mas Pras membuyarkan lamunanku.

"Ohya Mas, silahkan. Mudah-mudahan enggak lama ya pinjamnya." Aku sudah lama tidak pulang kampung.

"Semoga saja Dik. Kalau gitu bentar Mas mau nengok Mbak Ratih ke RSUD sambil bawa uangnya. Kamu jangan ikut dulu ya? Kasihan anak kita masih bayi takut kena angin." ucap Mas Pras.

"Ohya, ngomong-ngomong Mbak Ratih kenapa bisa cesar Mas? Bukanya dia panggulnya lebar?" tanyaku menyelidiki.

"Kurang tahu, cuman katanya tensi darahnya tinggi. Jadi harus di sesar."

"Oh..." Aku mengganggukkan kepala.

Teringat beberapa bulan yang lalu saat Mbak Ratih mencaciku, yang katanya badanku kurus, panggulnya sempit, tidak mau gerak saat hamil, anakku disebut anak mahal, yang katanya aku belum wanita sempurna karena lahirannya tidak normal?

Subhanallah,... inilah kuasa Allah. Memang waktu itu hatiku rasanya sakit, perih dan sedih. Tak mungkin aku mengadu ke suamiku, apalagi mengadu ke mertua atau orang tuaku. Hanya Allahlah yang Maha Tahu. Hanya Dia tempatku mengadu dan berlabuh. Muara dari segala arah. Sekarang, Mbak Ratih merasakan apa yang saya rasakan. Allah Maha Adil dan Bijaksana.

Nama: Siti Nurlatifah
Blog: https://latifahzaeni.blogspot.com
Fb. Latifah Zaeni

Semoga bermanfaat.🙏🙏
Subang, 14 Juni 2020

Komentar

  1. mantaf bu

    mohon berkunjung juga di https://gemarita.blogspot.com/2020/06/resume-ke-6-malam-kemarin-pelatihan.html
    trimaksih ya

    BalasHapus
  2. Jadi ingat kisah kepoNakan hahaha

    BalasHapus
  3. Terharu sekali dengan kisahnya. Keburukan dibalas dengan kebaikan. Sungguh sangat menginspirasi.. Sosok yg rendah hati dan tidak pendendam. Semoga ada banyak rezeki di uar sana yg nanti datang. Aminn

    BalasHapus
  4. ceritanya mengalir apik dan syarat makna, jempol Bu Latifah...

    BalasHapus
  5. ceritanya apik, alurnya menarik, syarat makna.... jempol Neng!

    BalasHapus
  6. Nasihat yang mencerahkan untuk kita berhati-hati tutur lisan, tulisannya mantap.

    BalasHapus
  7. Kisahnya...karma he he...ada pelajran yg hrs d petik...bg mreka yg sadar

    BalasHapus
  8. Itulah ya..jadikan hikmah semua nya..kreatif loh.....

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Guru

Mengelola Sekolah di Era Covid-19

Berbagai Pengalaman Menerbitkan Buku