KISAH MASTER TEACHER AGUNG PARDINI


MASTER TEACHER AGUNG PARDINI

Nama                    : Siti Nurlatifah, S.Pd
Unuit Kerja           : SDN Hegarmanah Kec. Pusakajaya Kab. Subang
Materi                    :  Pengalaman Menerbitkan Buku
Pemateri                 : Agung Pardini
Hari/ Tanggal         : Rabu/ 10 Juni 2020
Waktu                    : 19.00-21.00 WIB
Blog                       : https://latifahzaeni.blogspot.com





Profil Bapak Agung Pardini

Bapak Agung Pardini lahir di Bogor pada tanggal 29 Jumadil Awal 1401. Beliau memiliki segudang pengalaman yang sangat menginspirasi kita semua dalam dunia literasi. Beliau adalah pemateri pada pertemuan ke-5. Walaupun begitu beliau tidak kalah menariknya dengan pemateri-pemateri sebelumnya.

Pada pertemuan kali ini beliau akan  memberi perspektif berbeda dalam urusan penulisan dan penerbitan buku di bidang pendidikan dan keguruan.
Terdapat beberapa kendala:
1. Gaya bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di daerah.
2. Penggunaan komputer, banyak yang belum mengenal MS Office
3. Listrik, di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari.
4. Ejaan yang (belum) disempurnakan

Berdasarkan pengalaman beliau  bekerja di lembaga kemanusiaan Dompet Dhuafa. Beliau terbiasa untuk mengajak para guru-guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya.

Di tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan berkarya ini memiliki tantangan sendiri buat para guru-guru di sana.

Nah bagaimana cara kita mengatasi kendala ini? Salah satunya adalah dengan model pendampingan intensif. Secara sabar para konsultan dan guru-guru relawan akan melakukan pendampingan dan bimbingan selama kurang lebih setahun. Tentu ini bukan tugas yang mudah. Butuh kesabaran dari para relawan.

Dompet Dhuafa sendiri dibangun oleh para jurnalis senior Republika di era-era awal. Sehingga setiap program yang kami kerjakan buat pemberdayaan guru di daerah harus memiliki produk buku atau tulisan.


 Ada beberapa ragam jenis kegiatan menulis dan berkarya yang biasa kita berikan kepada guru-guru di pelosok. Outputnya tidak harus buku, ada yang berbentuk PTK, jurnal, media pembelajaran, puisi, dan lain sebagainya

Berikut contoh-contohnya


Nah buku ini adalah kumpulan tulisan dari para guru terkait dengan inovasi pembelajaran yang telah mereka hasilkan, baik dalam bentuk inovasi metode ataupun media. Buku ini murni diangkat dari  pengalaman-pengalaman mereka.

Terkait dengan percetakan, alhamdulillah semua dibiayai oleh donasi zakat yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Buku-buku ini tidak diperjual belikan. Namun akan dibagikan secara gratis buat guru-guru di daerah lain yang membutuhkan.

Kata beliau bahwa buku-buku ini dapat memberi manfaat dan masukan bagi inovasi pembelajaran di daerah lain dan mempunyai genre buku-buku yang lain. Sifatnya adalah kisah-kisah inspiratif dari para pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru-guru di daerah pelosok.

“Pernah ada guru muda kami yang meninggal dalam tugas di penempatan. Dan saat sebelum meninggal, beliau sempat menulis pada buku di atas (warna coklat), Akhirnya nama beliau kami abadikan menjadi nama sebuah penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI dengan sebutan Jamilah Sampara Award”, ungkap beliau.
“Hampir semua buku-buku yang kami terbitkan adalah antologi, nulis bareng-bareng”, tambah beliau.

Adapun cara unik yang beliau gunakan untuk mengajarkan guru-guru menulis yaitu dengan membuat Jurnal Perjalanan Guru.  Jurnal ini wajib dikerjakan oleh setiap guru yang sedang mengikuti proses pembinaan di kampus SGI. Setiap malam mereka harus menulis pengalaman mereka selama si siang hari. Modelnya bisa macam-macam. Ada yang curhat, sampai ada yang membahas suatu teori kependidikan dan kepemimpinan. Setelah pagi tiba, sebelum beraktivitas dalam pembinaan, semua jurnal harus dikumpulkan untuk diapresiasi dan ditanggapi. Jadi ini bisa jadi semacam refleksi dan evaluasi.

Ini mirip sekali dengan kebiasaan menulisnya Om Guru Wijaya Kusuma, yang senang menulis cerita harian di group ini.

Melalui jurnal ini, para pengelola dan dosen jadi tahu tentang perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka. Jika ada perasaan hati yang negatif, bisa langsung coaching atau konseling. Ada juga yang rindu keluarga, ada yang sakit hati, dan berbagai macam cerita.

Namun ini tentu tidaklah cukup, harus ada upaya lain, yakni banyak-banyak membaca. Kebiasaan menulis jurnal harian ini, Guru jadi terlatih buat menulis.Sebab jika tidak banyak membaca, ya tidak bakal banyak menulis. Cara inilah melatih kepekaan literasi mereka. Makanya diadakan bedah buku rutin. Ada yang harian, ada yang pekanan. Tidak harus yang berat-berat, novel pun bisa.

Setiap pagi selalu ada apel, dan yang bertugas sebagai pembina apel (bergantian), dialah yang akan memberi kajian bedah buku.

Selain bedah buku, untuk memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel biasanya ada aktivitas "Semangat Pagi". Yakni memberi motivasi secara bergantian, dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh. Cara ini efektif juga buat meningkatkan kepekaan literasi buat para guru.
“Kami sangat percaya bahwa menulis buat para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri”, ungkap beliau.

SESI TANYA JAWAB ANTARA PEMATERI DENGAN PESERTA

1.      Bapak Mukminin Lamongan

Bapak Agung luar biasa ilmu dan pengalamannya. Yang ingin saya tanyakan, ketika banyak baca banyak menulis. Bagainmana untuk penyediaan buku-buku referensi guru-guru yang bertugas  di daerah terpencilkan listrik belum ada, internet kemungkinan sulit. Langkah-langkah apa yang bapak  lakukukan (dompet dhuafa) supaya guru tetap berkarya / menulis dengan ketersediaan buku-buku tersebut?

Jawab:  Alhamdulillah setiap tahun kita mendapatkan donasi buku. Walau jumlahnya terbatas, ini coba kami salurkan ke beberapa daerah pelosok. Kalau boleh jujur, sebetulnya dari zaman dahulu pemerintah kita sudah sangat peduli untuk pengiriman buku-buku ke sekolah-sekolah marjinal. Namun sayang, Masih banyak guru yang belum termotivasi untuk membacanya. Salah satu kebiasaan saya kalau datang ke sekolah di pelosok adalah membongkar-bongkar lemari sekolah. Banyak buku masih terplastik rapi di dalam dus-dus

2.     Lilis Erna Yulianti, SMPN 1 Kertajati Majalengka.

Selamat malam pak Guru... Saya merasa senang mendengar penjelasan tentang SGI. Seandainya saya msh muda pengen rasanya bergabung hehe... Saya ingin bertanya bagaimana cara koordinasi dengan setiap guru yang bertugas di tempat yg berbeda apalagi tadi ada beberapa kendala spt internet dan listrik yg hanya menyala mlm hari? Kemudian acara bedah buku apakah di sekolah SGI atau dimana? Kalau saya ingin punya buku-buku karya guru-guru hebat tersebut bagaimana cara mendapatkannya? Jurnal yg ditulis tentunya sangat kaya pengalaman dan wawasan shg saya sangat tertarik. Terima kasih

Jawab: Setiap cabang SGI di daerah juga punya agenda bedah buku sendiri. Sayangnya buku-buku kami sudah banyak yang habis versi cetaknya. Makanya kami ubah ke versi pdf atau e-book. Saya pribadi tidak banyak menulis buku, tapi lebih senang menulis artikel atau naskah akademik buat pengembangan  program  pendidikan di Dompet Dhuafa.

3.   Ibu Aam Nurhasanah , LEBAK-BANTEN

 Assalamualaikum Wr. Wb. Senang sekali bertemu dan berkenalan dengan Guru Agung Pardini. Pertanyaan saya. Bagaimana awal mula kisah bapak bergabung dengan dompet dhuafa sampai bisa menerbitkan buku yg begitu banyak.

Jawab: Kebetulan saya melamar langsung saat ada lowongan untuk menjadi trainer dan konsultan pendidikan di Dompet Dhuafa. Kebetulan tahun 2008, Dompet Dhuafa sedang butuh SDM dari kalangan guru/praktisi pendidikan. Seperti biasa, ada tes seleksi.

4.      Candra dari MTsN 1 Langkat Sumatera Utara

 Assalamualaikum pak guru Agung saya izin bertanya Pak..apakah menurut bapak guru yang baik itu harus memiliki kemampuan menulis?

Jawab: Wa'alaikumsalam Pak Candra, wajib bisa Pak. Tapi tidak harus dalam bentuk buku ya.
Bisa PTK, bisa Jurnal Penelitian, bisa Cerpen atau Puisi, bisa juga modul, LKS, atau mungkin Kumpulan Bank Soal. Guru wajib literat, bahkan multiliterat, apapun bentuk tulisannya. Kalau saya senengannya corat-coret di kertas Pak. Nanti saya kumpulin pelan-pelan, baru nanti kita bikin artikelnya. Kalau menulis buku, saya beraninya masih bareng-bareng. Takut kalau sendirian.. sepi

 KESIMPULAN

Kesimpulan pada perkuliahan pertemuan ke-5 adalah sebagai berikut:

1. Saya pribadi merasa bahwa merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.

2. Cobalah menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong setia, butuh komunitas.

3. Menulis ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah, maka engkau "ada".

Demikianlah resume pada pertemuan ke-5, kurang lebihnya mohon  maaf. Dengan segala hormat mohon kritik dan sarannya demi perbaikan tulisan ini. Terimakasih.

Subang, 11 Juni 2020

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seorang Guru

Mengelola Sekolah di Era Covid-19

Berbagai Pengalaman Menerbitkan Buku